Menjamurnya lembaga bimbingan belajar (bimbel) bagai buah simakalama bagi dunia pendidikan Indonesia. Di satu sisi ikut berkontribusi mendorong siswa untuk belajar cepat menemukan solusi. Namun, di sisi lainnya ternyata merusak cara berpikir siswa.
“Siswa diajak untuk berpikir cepat mencari solusi sebuah persoalan. Berpikir shortcut itu merusak struktur berpikir siswa, meski benar,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh saat berkunjung ke kantor Republika di Jakarta, Rabu (26/12).
Pada tahap tertentu, metode pembelajaran bimbel sangat mendukung siswa mencari jangka pendek. Tapi konsekuensinya membuat alur berpikir mereka menjadi loncat-loncat. Struktur berpikir secara bertahap dan benar akhirnya diabaikan. Sayangnya, ketika dihadapkan pada persoalan berat di level tertentu siswa tidak berkutik lagi menghapinya.
“Proses berpikir secara benar itu yang harus dibenahi sekarang. Tidak boleh kita terjebak hanya pada cepatnya saja,” ujar Nuh.
Mantan rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) itu menyadari dampak buruk pendidikan yang diterima siswa di bimbel bisa dirasakan. Kalau dikaitkan dengan fenomena korupsi di Indonesia, bisa jadi lantaran sejak di sekolah siswa diajak berpikir cepat.
Alhasil ketika dewasa dan masuk birokrasi, kata Nuh, mereka selalu mencari jalan pintas untuk mengumpulkan duit sebanyak-banyaknya. “Jalan pintas itu membuat orang sekarang korupsi dan faktanya moralitas rendah itu harus dievaluasi lewat kurikulum baru,” katanya. sumber: http://www.republika.co.id Rabu, 26 Desember 2012
Bagaimana tanggapan anda?
Salam dari Profil Jurusan Perguruan Tinggi Indonesia